Cerita untuk mengisi waktu saja "How To Say Goodbye?"
Seorang pemuda berjalan dengan
santai dengan sesuatu di tangannya. pemuda itu berhenti di sebuah toko yang
sepertinya sudah tak terpakai lagi. Ia melangkahkan kakinya kesana dan membuka
pintunya lebar-lebar. Sorotan cahaya matahari yang sampai ke ruangan itu
membuat debu yang berterbangan terlihat dengan jelas.
Ia tersenyum sejenak, matanya
menatap seseorang yang duduk membelakanginya di kursi roda dekat jendela. Dan
ia rasa hatinya belum pernah seremuk ini sebelumnya.
“Aku
pulang...”
How To Say Goodbye?
“Ah, aku kalah terus...”
Kegy tak membiarkan adiknya untuk
menang. Padahal mereka sudah bermain game ini selama dua jam. Adiknya, Russel,
merebahkan badannya ke ranjang. Lelah.
“Hey, ayolah... main satu kali lagi.
Kali ini akan kubiarkan kau menang!” Kegy rupanya juga sedang bosan. Dan hanya
ada russel di rumah, menurutnya tak ada hal lain yang ia bisa lakukan untuk
mengatasi rasa bosannya selain bermain game.
“Sudahlah, aku mau keluar.” Kata
Russel
“Kau yakin? Diluar panas loh...”
timpal Kegy sembari menyalakan AC. Russel menghela napas sejenak,
“Justru itu, aku mau beli minuman
dingin.” Daripada di ajak bermain game lagi, ia memilih untuk keluar walaupun
udaranya panas. Kegy membiarkannya keluar namun dengan syarat, membawa pulang
es Doly-Poly yang sedang populer belakangan ini.
Ternyata memang sedang panas sekali
hari ini. russel pikir harusnya tadi ia naik motor. Jalanan juga tak terlalu
ramai, mungkin orang-orang berpikir dua kali untuk keluar di hari minggu yang
panas ini. toko es doly-poly itu ada di ujung jalan. Ternyata tokonya ramai. Ia
khawatir akan kehabisan es-nya, jadi ia mencoba untuk menerobos antrian agar
bisa mendapatkannya duluan.
Takdir berkata lain, es-nya sudah
habis. Agak kesal memang, tapi mau bagaimana lagi. Ia hanya kembali pulang
tanpa berkata apapun. Ia tak peduli kegy akan marah karena ia pulang tanpa es
itu.
“Tunggu...” si pemilik suara terdengar
ragu saat mengatakannya. Russel yang merasa di panggil pun menoleh ke belakang.
“Es-nya, masih ada beberapa di
dalam.” gadis itu menatap mata russel. Sepertinya butuh keberanian lebih
baginya untuk melakukan itu. Semuanya terlihat dari matanya. Russel
bertanya-tanya, kenapa tatapan mata gadis itu terlihat begitu bersinar?
***
Satu minggu setelah di hari itu Russel
juga belum kembali ke toko es itu. Ia juga tak pernah melihat gadis penjual es itu
lagi. Dan biasanya, ia datang ke ruang musik setelah jam pelajaran selesai.
“Russel J.” Adalah nama lengkapnya.
“J” dalam namanya, sampai sekarang ia juga tak tahu apa kepanjangannya. Mungkin James, John, Jo,
Jonathan, Jake atau mungkin Jane? Entahlah. Orang tuanya memang telah lama
meninggal. Ia dan kakaknya Chand Kegy di asuh oleh pamannya sejak saat itu. Dan
tak ada keterangan apapun soal “J” dalam namanya.
Sebenarnya Russel adalah seorang
pianis. Ia dengar dari pamannya ayahnya juga jago bermain piano. Sementara
ibunya jago dalam hal desain, dan keahlian itu dimiliki oleh kakaknya.
Sore-sore seperti ini biasanya russel akan memainkan piano sampai jam tujuh
malam. Ia akui, saat ia memainkan piano ia merasa tenang. Entahlah, ia juga tak
tahu kenapa bisa seperti itu.
Sebentar lagi kelulusan, russel
merasa malas untuk meninggalkan masa remajanya dan menjadi dewasa. Dan
sekarang, ia masih menekan tuts-tuts pianonya dengan lembuat seperti biasa,
“Ah, aku memang tak bisa
melupakannya...” gumamnya. Lantunan melody yang ia mainkan mulai terasa agak
berat.
Seharusnya lily ada disini. Bermain
piano bersamanya. Seharusnya lily tak pergi, ya, harusnya.
Sekilas tentang Lily Rawson. Gadis
yang sangat dicintai russel.
Setiap russel bermain piano, yang ia
ingat adalah lily. Aroma antiseptik, dan semua kenangan lama kembali teringat.
Sejujurnya, lily lebih tua 3 tahun dari russel. Lily adalah orang yang
menemaninya dari kecil. Yang mati saat russel tidak ada untuknya. Dan itulah
yang membuat russel menderita hingga saat ini. bayang-bayang lily
menghantuinya. Bukan, tapi rasa bersalah akan kejadian hari itu yang terus
menghantuinya.
Kakaknya, kegy pun tahu betul
tentang masalah yang adiknya alami selama ini. ia tak bisa berbuat apa-apa
untuk menghilangkan rasa bersalah dalam diri russel. Karena ia juga tahu betapa
menyiksanya perasaan bersalah itu. Karena sungguh, ia juga tersiksa, itu karena
ia mencintai lily.
***
“Loh? Kakak mau kemana?” russel yang
baru pulang agak terkejut saat melihat kegy membawa 1 koper besar. Raut
wajahnya tak seperti biasa.
“Aku
akan kembali bulan depan. Aku akan bersenang-senang dengan pacarku di
London. Jaga rumah, ya! Aku mengandalkanmu.” Kata kegy seraya menepuk bahu
russel. Ia menarik kopernya keluar lalu menaruhnya di bagasi mobil.
“Hey, russel! Hubungi aku kalau kau
mau sesuatu! Akan kubelikang disana!” kata kegy agak berteriak. Mesin mobilnya
mulai menyala, lalu meninggalkan bagasi dan hilang di kegelapan malam. Russel
sama sekali tak bergeming. Ia hanya menutup pintunya, segera membersihkan
badannya lalu tidur.
“Russel,
bagaimana kalau aku memainkan Chopin ballade no.1 in G minor op.23 ? apa
menurutmu aku bisa memainkannya dengan baik?”
“Tentu.
Karena aku yang mengajarimu.” Russel menjawab dengan lembut.
russel,
russel, russel...
Ada apa, lily? Aku disini...
Russel,
KEMANA
KAU DI HARI KEMATIANKU?
“Lily!”
Ia ketakutan. Sangat takut sampai
tak bisa bernafas. Inilah mimpinya di setiap malam. Mimpi yang buruk. Mimpi
yang membuat waktunya tak berjalan sedetikpun sejak hari itu. Mimpi yang membuatnya
tak bisa lari dari masa lalunya.
***
“Selamat datang!”
Gadis penjual es doly-poly itu
terlihat begitu bersemangat walaupun hari sudah malam. Toko ini memang buka
sampai jam sepuluh malam. Padahal kalau malam udara lumayan dingin disini, tapi
orang-orang tetap saja ada yang datang.
Gadis itu pergi ke toilet untuk
membasuh mukanya. Rasanya ia ingin cepat-cepat tidur. Udaranya sudah mulai
dingin, namun pelanggan masih terus berdatangan untuk merasakan Doly-poly yang
legendaris.
“Permisi...”
“Selamat datang!”
Gadis itu mendapati seseorang yang
ia tunggu di hadapannya.
“Tolong Doly-polynya satu. Dan kue
tart 2 potong.” Kata orang itu.
Gadis itu dengan senang hati akan
melayani, “Baik!”
Itu
Russel J.! Kakak, aku menemukannya!
Bersambung!